GridOto.com - Motor MotoGP zaman sekarang layaknya sebuah robot, dengan banyak sekali perangkat elektronik dan punya kecerdasan yang tinggi.
Komponen elektronik MotoGP sangat rumit dan diatur dengan begitu perinci oleh Electronic Control Unit (ECU).
Beda kondisi trek, beda suhu, beda gaya balap, beda ban, ECU akan mengatur respons motor terhadap masing-masing kondisi tadi.
Tiap tim berlomba-lomba untuk jadi yang terbaik di sektor elektronik.
(Baca Juga : Otorace : Joan Mir Umurnya Berkurang Gara-gara Naik Motor MotoGP)
Karena kunci kemenangan tidak hanya masalah pembalap, mesin, atau sasis saja, tapi juga komponen elektronik.
Sampai beberapa waktu lalu, Yamaha bekerja sangat keras demi memperbaiki ketertinggalannya dari Ducati dan Honda di bagian elektronik.
Seberapa penting sih ECU ini?
Direktur Teknologi MotoGP, Corrado Cecchinelli, mengatakan bahwa jawaban untuk masalah ECU adalah kalibrasi.
Cara kerja ECU adalah sebenarnya sama untuk semua orang.
Yang jadi pembeda adalah ribuan kombinasi angka pada program tiap-tiap pabrikan.
Secara garis besar, ECU mengatur seluruh kontrol yang ada di motor, seperti sasis, traksi, sampai wheelie.
"Strategi kontrol sasis, traksi, dan wheelie tiap tim berbagi mode fungsi yang sama, yaitu mendapatkan input data, mengolahnya, dan menghasilkan pengurangan torsi," kata Corrado Cecchinelli dikutip GridOto.com dari Crash.
(Baca Juga : Berani Banget! Ini Target Petronas Yamaha SRT di MotoGP 2019)
"Jadi, jika kau akselerasi di trek lurus, kontrol traksi dan kontrol wheelie beroperasi secara paralel, tapi jika salah satu dari keduanya menemukan alasan untuk mengurangi torsi, maka ECU akan mengurangi torsi," tutur Cecchinelli.
Torsi berlebih tidak akan keluar jika memang tidak diizinkan oleh perangkat elektroniknya, begitu sebaliknya jika torsi memang harus dikeluarkan lebih banyak.
Itulah alasan mengapa motor MotoGP zaman now tidak mudah mengalami wheelie saat berakselerasi, kesalahan dan keterbatasan pembalap teratasi.
Padahal zaman dulu motor mudah wheelie ketika torsi terlalu besar saat akselerasi.
"Jadi jika pembalap Yamaha merasa bahwa motor mereka bisa lebih cepat dari itu, mereka akan terus meminta teknisi untuk mengatur strategi dengan tepat, untuk melepaskan potensi penuh dari motor," tutur Cecchinelli.
Mantan petinggi Ducati Corse itu menambahkan untuk menemukan kalibrasi ECU yang tepat, para pabrikan harus melakukan perhitungan dan uji coba dahulu.
Jadi perhitungan hanya bisa didapatkan di atas trek.
Karena semuanya tergantung dari motor dan kecocokan para pembalap dan juga tergantung dari kondisi trek maupun komponen lainnya saat balap.
"Kau tidak bisa menghitung semuanya di markas, karena ketika di trek balap sebenarnya, kau menemui beberapa debu di lintasan, suhu tertentu, jenis ban tertentu, dan faktor lainnya," tambahnya.
(Baca Juga : Pakai Mesin Baru, Tim Renault Optimis Untuk Hadapi Musim F1 2019)
Terkadang, untuk mengatasi masalah tersebut, para pabrikan mengembangkan interface tool untuk mendapatkan banyak data terkait sekaligus.
Jika melihat dari cara kerja perangkat elektonik tersebut, ini seperti 'pisau bermata dua' karena dapat membantu sekaligus membatasi performa motor.
Jadi sifat ECU ini dinamis karena tak berhenti di satu titik saja.
Namun untuk Yamaha, masalah yang paling sering muncul adalah saat suhu trek panas.
(Baca Juga : Franco Morbidelli Berikan Komentar Soal Livery Tim Petronas Yamaha SRT)
YZR-M1 2018 sering kehilangan traksi ban belakang saat menikung di suhu trek yang tinggi.
Solusi yang mungkin bisa menjadi satu-satunya pilihan bagi Yamaha adalah mendatangkan insinyur elektronika yang memiliki pengalaman terhadap ECU keluaran Magneti Marelli.
Hal itu yang sudah dilakukan oleh Honda dengan merekrut Filippo Tosi yang pernah bekerja di Magneti Marelli dan Ducati.