Kemenperin Sebut Kendaraan Listrik Bisa Hemat BBM Rp 798 Triliun

M. Adam Samudra - Selasa, 29 Januari 2019 | 21:00 WIB

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto saat merasakan kendaraan listrik (M. Adam Samudra - )

GridOto.com - Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Harjanto menilai, pemerintah serius dalam mengembangkan kendaraan listrik.

Pemerintah menilai, kendaraan bermotor listrik dapat mengurangi pemakaian BBM serta memangkas ketergantungan impor BBM.

Ini berpotensi menghemat devisa kurang lebih Rp798 triliun.

“Kita masih punya CPO atau sumber energi lain terbarukan yang bisa dimanfaatkan,” ungkap Harjanto di Jakarta, Selasa (29/1/2019).

(Baca Juga : Kemenperin Gandeng Investor Jepang Bikin Baterai Kendaraan Listrik)

Tak hanya itu, target utama yang ingin dicapai yakni ketahanan energi dan ramah lingkungan. 

“Guna menangani masalah energy security, kendaraan listrik merupakan salah satu alternatif yang kita pakai untuk mengurangi impor Bahan Bakar Minyak (BBM),” ujarnya.

Selain itu, pengembangan kendaraan listrik sebagai salah satu komitmen pemerintah turunkan emisi Gas Rumah Kaca (CO2) sebesar 29 persen pada tahun 2030.

“Penurunan emisi bukan hanya tergantung kendaraannya, tapi juga dari sumber energi yang kita gunakan,” terangnya.

(Baca Juga : Kemenperin Berikan Lima Unit Kendaraan Multiguna AMMDes ke Sulteng)

Sejalan target tersebut, pada peta jalan pengembangan industri otomotif nasional, populasi mobil listrik pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 20 persen atau sekitar 400.000 unit dari total produksi di dalam negeri sebesar dua juta unit.

Di tahun yang sama, populasi motor lsitrik dibidik sebanyak dua juta unit.

Lebih lanjut, pengembangan kendaraan LCEV juga perlu disesuaikan dengan karakteristik teknologi, antara lain terkait jarak tempuh, ukuran kendaraan dan bahan bakar yang digunakan.

Hal ini juga untuk mengatur mengenai skema insentifnya.

“Tentunya insentif ini disesuaikan dengan jumlah emisi yang dikeluarkan oleh kendaraan itu," ucapnya.

"Jadi, makin rendah emisinya, makin besar insentifnya,” beber Harjanto.