Gridoto.com- Bagi pelaku usaha dan bisnis, Standar Nasional Indonesia (SNI) bukan hal baru.
Meski seluruh produk yang dijualbelikan di Indonesia wajib memiliki SNI, namun kenyataannya belum semua produk tersertifikasi.
Salah satu peraturan baru yang mewajibkan SNI produk adalah Permen Perindustrian No. 15 Tahun 2018 mengenai Pemberlakuan SNI Wajib Produk Audio Video dan Elektronika Sejenis.
Sosialiasi Permen ini dilakukan di Lembaga Sertifikasi Produk (LS Pro, Qualis Indonesia di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
(BACA JUGA : Juni 2019, Head Unit Wajib SNI!)
Ada 7 alur proses Sertifikasi Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT-SNI) yang dikeluarkan Badan Standarisasi Nasional (BSN).
Pertama, lakukan pengecekan SNI,
Kedua, cek lembaga sertifikasi produk dan laboratorium yang ruang lingkupnya sesuai dengan produk yang akan disertifikasi.
Ketiga, pemenuhan persyaratan legal seperti fotokopi akta perusahaan, SIUP, TDP, surat pendaftaran merek dari Dirjen HKI
Keempat, pihak LS Pro akan melakukan peninjauan dan audit kelengkapan dan kebenaran dokumen serta audit kecukupan perusahaan.
Kelima, penilaian proses produksi termasuk pengambilan dan pengujian sampel produk oleh laboratorium
Keenam, Evaluasi dari hasil audit kesesuaian perusahaan, apabila terjadi kekurangan pelaku perusahaan harus melakukan perbaikan
Dan terakhir, pemberian sertifikat dan tanda SNI.
Calvin Satyanandi, General Manager PT Qualis Indonesia menyebutkan lama proses sertifikasi produk hingga terbit sertifikat tanda SNI berlangsung paling cepat 2 bulan.
Bagaimana jika dalam proses sertifikasi ini produk dinyatakan tidak lulus?
"Harus dilihat terlebih dahulu dimana ketidaklulusannya. Jadi dari proses ini LS Pro seperti Qualis Indonesia akan memberikan masukan atas gagalnya proses sertifikasi," kata pria yang berkantor di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Jika kesalahan minor, pelaku industri akan diberikan masukan apa yang harus dilakukan.
"LS Pro tidak perlu melakukan audit ulang," jelasnya.
Namun, jika kesalahan major, maka proses audit harus dilakukan ulang.
"Misalkan kesalahan dalam sistem internal quality control. Kami harus melakukan audit kembali," jelasnya.
Untuk biayanya sendiri tergantung dari berbagai hal.
"Misalnya, apakah lokasi pabrik di dalam atau di luar negeri. Lalu model yang dalam satu kategori berapa banyak. Itu mempengaruhi biaya," jelas Calvin.
Untuk biaya sertifikasi berkisar Rp 80-100 juta.