GridOto.com- Pemerintah telah menetapkan penggunaan biodiesel B20 mulai awal September 2018.
Truk mesin diesel merupakan salah satu konsumen terbesar biodiesel B20 ini yang akan terasa dampak dari kebijakan ini.
Pihak Agen Pemegang Merek (APM) truk banyak yang sudah siap menghadapi kebijakan mandatori pemanfaatan biodiesel B20 ini.
"Untuk itu bagi customer setia Hino tidak perlu khawatir, karena Hino telah lulus uji dan siap menggunakan bahan bakar solar B20” jelas Santiko Wardoyo, Direktur Penjualan dan Promosi PT Hino Motor Sales Indonesia (HMSI) dalam keterangan resminya.
Pihak Hino sendiri sudah melakukan pengujian terhadap biodiesel B20 sejak 3 tahun lalu.
Hal senada juga disampaikan oleh PT Daimler Commercial Vehicles Indonesia (DCVI) yang menjual kendaraan niaga Mercedes-Benz di Indonesia.
"Oleh karena itu, DCVI dengan percaya diri mengumumkan bahwa truk dan bus Mercedes-Benz telah siap untuk menerapkan kebijakan baru pemerintah mengenai BBM," terang Markus Villinger, Presiden Direktur dan CEO DCVI dalam rilis resminya.
(BACA JUGA: Biodiesel B20, Ini Penjelasan Ringkasnya)
Namun, Ketua Kompartemen Angkutan Darat Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Kyatmaja Lookman mengingatkan dampak kebijakan mandatori pemanfaatan biodiesel B20 ini buat truk lawas.
"Memang pihak APM menjamin truk keluaran 2016 ke atas aman menggunakan biodiesel B20, tapi bakal masalah pada truk produksi 2016 ke bawah," jelas pria yang juga Chief Executive Officer PT Lookman Djaja saat dihubungi GridOto.com (7/9).
Menurut Lookman, ini karena truk produksi di bawah 2016 itu umumnya belum dibekali komponen water separator pada filter bahan bakarnya.
Water separator ini berfungsi memisahkan air yang terkandung dalam bahan bakar diesel.
Bila air ini tersedot ke ruang bakar tentu akan menyebabkan kerusakan pada mesin.
"Harga komponen tersebut berkisar di angka Rp 5 jutaan per buahnya," lanjut pemegang gelar MBA dari dari University of Technology Sydney ini.
(BACA JUGA: Biodiesel, Ini Asal Mula dan Penemunya)
Ini tentu akan memberikan beban biaya tambahan buat para pengusaha truk yang mengkonsumsi biodiesel B20.
Sebagai contoh untuk memasang water separator di 10 buah truk saja, pengusaha perlu mengeluarkan uang sebesar Rp 50 juta.
"Biodiesel B20 memiliki kandungan nabati yang bisa mengikat mengikat air dan kandungan air ini juga bisa menyebabkan tangki bahan bakar terserang korosi," sambung Kyat, sapaan akrabnya.
Untuk mengatasinya tangki BBM diperlukan coating untuk mencegah korosi.
Contohnya bisa dilihat keputusan HMSI pada produk truk terbarunya, yaitu melapisi tangki bahan bakar dengan material chrome dan stannum-zync yang mampu menghambat laju korosi menjadi lebih lama.
(BACA JUGA: Biodiesel B20, Faktor Ini yang Jadi Penyebab Kekhawatiran)
Konsekuensi lain penggunaan biodiesel B20, baik untuk pemilik truk baru atau lawas, adalah mesti melakukan pengecekan lebih rutin pada filter bahan bakar.
Ini karena biodiesel B20 juga memiliki sifat detergensi yang tinggi sehingga akan membersihkan kotoran-kotoran (sisa residu) dan sulfur yang terdapat pada tangki bahan bakar.
Bahayanya, kotoran yang rontok ini bisa terisap dan menyumbat filter bahan bakar.
"Misalnya biasa ganti di 20.000 km, jadikan saja penggantiannya di 15.000 km atau bahkan 10.000 km," lanjut pria asal Surabaya, Jawa Timur ini.
Hal serupa juga disampaikan oleh pihak Hino.
"Dengan pengunaan bahan bakar B20, diharapkan pengusaha maupun pengemudi truk melakukan kontrol dan perawatan yang lebih rutin," ungkap Santiko.
(BACA JUGA: Biodiesel B20 Bikin Filter Bahan Bakar Cepat Kotor? Ini Tandanya)
Misalnya dengan mengganti filter bawah setiap 10.000 km, bersihkan tangki bahan bakar setiap 3 bulan, dan pengurasan air pada water separator secara rutin.
"Hal ini dibutuhkan untuk mencegah atau meminimalisir penyumbatan filter sehingga kondisi kendaraan tetap terjaga dan bisnis dapat terus berjalan," tutup Santiko.
Tentu hal ini akan memberikan beban biaya tambahan buat para pengusaha truk yang mengkonsumsi biodiesel B20.
Misalkan saja harga filter bahan bakar Mitsubishi Fuso Canter PS110 itu Rp 90.000, maka biayanya untuk 4 kali ganti sekitar Rp 360.000 dan 6 kali ganti Rp 540.000.
Padahal kalau hanya 3 kali ganti maka biayanya cuma Rp 270.000 saja.
"Biaya itu semua siapa yang tanggung?" seru Kyat.