Dolar Sedang Tinggi Tapi Toyota Belum Naikkan Harga Jual, Kok Bisa?

Dio Dananjaya - Jumat, 27 Juli 2018 | 16:45 WIB

Ilustrasi booth Toyota di ajang pameran otomotif (Dio Dananjaya - )

GridOto.com – Nilai tukar dolar Amerika Serikat terhadap rupiah sedang tinggi.

Info terakhir, kurs menyentuh Rp 14.400 per dolar AS.

Nilai dolar yang tinggi kadang juga jadi salah satu alasan produsen kendaraan menaikkan harga jualnya.

Lantas, gimana dengan Toyota? Yang sampai sekarang belum menaikkan harga jual kendaraannya.

(BACA JUGA: Jadwal Kejurnas Sprint Rally 2018 Terbaru, Ada Sedikit Perubahan Guys)

Menurut Fransiscus Soerjopranoto, Executive General Manager PT Toyota Astra Motor, jika nanti nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus meningkat pihaknya bakal mempertimbangkan kenaikan harga.

Meski begitu, sampai saat ini Soerjo berujar kalau kenaikan harga masih bisa dihindari.

“TAM perusahaan multi nasional dimana kalau perusahaan sebesar TAM punya joint venture antara Toyota dan Astra pasti mengenal yang namanya hedging,” katanya saat berbincang dengan wartawan di Jakarta (24/7/2018).

“Hedging ini melindungi risiko atau nilai utang atau kendaraan kita terhadap fluktuasi exchange rate. Nah itu memang kami lakukan. Hingga saat ini, kami masih dalam posisi aman,” ungkap Soerjo.

(BACA JUGA: Populer, Ini 5 Pembalap F1 dengan Followers Instagram Terbanyak)

Walau demikian, bukan tak mungkin Toyota akan menyesuaikan harga jualnya, mengingat masih ada beberapa komponen kendaraan yang diimpor dari luar negeri.

“Kapan sih Toyota mau naikin harga? Kami melihat saat ini kami masih punya dua (cara menahan kenaikan). Pertama adalah kita masih punya hedging,” sebut Soerjo.

“Kedua pemerintah saat ini lagi berusaha untuk menurunkan exchange rate. Jadi apa yang kami lakukan adalah wait and see, karena kami masih aman,” sambungnya.

Nah bicara mengenai hedging, Soerjo sempat berujar kalau hedging ada waktunya dan tidak bisa terus menerus.

“Sekitar tiga bulan, selama periode tersebut kamu akan dilindungi terus. Jadi saat kamu bayar dengan kurs dollar saat itu, selama 3 bulan ke depan gak akan ada risiko,” jelasnya.

Selain itu, kenaikan juga bisa terjadi saat harga-harga barang menjadi tidak logis.

“Kenaikan harga yang sangat-sangat fantastis. Contohnya saat tahun 1998, atau tahun 2004 – 2005, kalau kenaikan lebih dari 15 persen,” ujar Soerjo.

Terakhir, kenaikan harga jual juga bisa terjadi saat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS meningkat terus menerus.

“Kalau naiknya itu konstan terus menerus. Kalau sekarang kan enggak, naik turun. Kalau dia naik terus, contohnya dari 14.300, terus sampai 14.700, nah itu sudah stabil dan itu kami ambil jadi patokan,” tutupnya.