GridOto.com - Untuk menekan polusi udara di Kota Semarang, sebanyak 72 unit Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang sudah menggunakan bahan bakar gas.
Pakar Transportasi Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno, mengakui penggunaan gas untuk bahan bakar Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang memang lebih ramah lingkungan.
Akan tetapi harus waspada karena tingkat kerawanan gas lebih tinggi dibanding bahan bakar jenis solar. Apalagi tabung gas tersebut berada di bawah bodi bus.
Apalagi, Trans Semarang juga belajar penerapan bahan bakar gas ini dari Trans Jakarta. Sehingga berbagai kerawanan tersebut harus diantisipasi.
Selain rawan meledak jika terjadi kecelakaan, menurutnya, sambungan selang gas juga harus diperhatikan karena bus selalu beroperasi melewati jalan yang tidak semuanya dalam kondisi baik.
"Kondisi jalan kan tidak semuanya halus, sehingga rawan mengalami getaran yang membuat sambungan selang kendor atau bahkan lepas," ucapnya.
(BACA JUGA: Enggak Pakai Mobil Dinas, Ini Lho Gaya Kece Menaker Hanif Tunggangi Motor Modifikasi ke Kantor)
Untuk itu, dirinya mengimbau kepada pengelola Trans Semarang untuk menjaga perawatan kondisi bus.
Kejadian yang terjadi di bus Trans Jakarta harus dipelajari dengan cermat sehingga jangan sampai terulang di Semarang akibat tabung gas yang meledak.
"Perawatan bus harus dilakukan secara intensif. Jika lengah, bahaya akan tiba. Perawatan paling utama di sambungan selang gas yang rawan lepas karena getaran. Tiap hari, sambungan selang harus diperiksa. Bila perlu, ketika sampai di tujuan, langsung diperiksa sehingga dalam sehari bisa lebih dari sekali," jelasnya.