GridOto.com – Beban biaya yang tinggi untuk pemberlakuan SNI Wajib Pelumas dikhawatirkan akan membuat industri pelumas mengalami kesulitan bersaing.
Salah satu yang fokus pada hal ini adalah Paul Toar, Presiden Direktur oli Top1 yang juga menjabat Ketua Umum PERDIPPI (Perhimpunan Distributor Importir dan Produsen Pelumas Indonesia).
Untuk pembuatan sertifikasi SNI ini di Indonesia berkisar Rp 500 juta per SKU (Stock Keeping Unit) per empat tahun.
“Jika setiap perusahaan pelumas mempunyai 40 SKU pelumas yang kena SNI Wajib, maka biaya yang perlu ditanggung bisa Rp 20.000.000.000," ujar Paul Toar.
(BACA JUGA:Seken Keren: Nih Harga Motor Pelopor Matik Pertama di Indonesia)
“Tentu ini akan mengurangi daya saing perusahaan kecil dan menengah, karena biaya itu pasti masuk harga dan dibebankan kepada konsumen. Artinya, akan terjadi persaingan yang tidak sehat”, lanjutnya.
Paul mengilustrasikan jika SNI ini jadi diterapkan, maka akan banyak produsen oli yang tutup.
"Biaya SNI tentu akan dibebankan ke konsumen. Kenaikan harga tergantung seberapa banyak produksi yang dilakukan. Makin sedikit produksi kenaikan makin tinggi," tegas Paul.
Bagaimana kalau SNI Wajib Pelumas ini jadi diterapkan?
(BACA JUGA:Pengamat Transportasi: Mudik Gratis Berhasil Kurangi Pemotor)
“Industri pelumas yang kecil-kecil akan mati. Produksinya yang hanya 100 ribu liter. Tidak akan kuat,” jelas Paul.
Hal ini dikarenakan biaya yang dibebankan pada industri pelumas besar atau kecil sama.
“Contohnya, biaya ini ditanggung oleh industri yang produksinya hanya 100 ribu liter. Kalau yang produksinya 1 juta liter ya hanya sepersepuluhnya. Artinya, industri kecil mana bisa bersaing dengan yang besar,” kata Paul.
“Mereka tak sanggup tentunya untuk bersaing,” tutupnya.