GridOto.com - Belum lama ini dunia balap motor Indonesia berduka atas meninggalnya Benny Djati Utomo, Sabtu (2/6/2018).
Mungkin sebagian dari kamu familier dengan tuner sekaligus pendiri dari Star Motor ini.
Naluri mekanik sudah tumbuh sejak Benny menginjak bangku SMP, Honda Win menjadi eksperimen pertamanya.
Pernah dijuluki sebagai mekanik muda berbakat, pria lulusan S2 Mesin Unika Atmajaya ini tidak pelit ilmu, dan asyik diajak berdiskusi.
(BACA JUGA: Jorge Lorenzo Menang di Italia, Bos Ducati Enggak Ikhlas Ngelepas)
Berkat tangan dinginnya, beberapa pembalap seperti Rafid Poppy, Hokky, Harlan Fadhilah, dan Ahmad Jayadi pernah mencicipi Juara Nasional di tanggan Benny.
Tidak hanya kejuaran nasional, untuk tingkat Asia almarhum juga mengangkat nama bangsa dan mengorbitkan pembalap nasional ke jenjang lebih tinggi.
Ada Denny Triyugo, Harlan Fadhilah, Sudharmono, Wawan Hermawan, M. Fadli, dan Dimas Ekky Pratama yang pernah jadi pembalap membawa nama tim Star Motor di balap Asia.
Hingga akhirnya mantan Direktur Teknik Astra Motor Racing Team (ART) ini memutuskan mundur, dari ingar bingar balap motor pada 2016 lalu.
(BACA JUGA: Selangkah Lebih Maju, Produsen Mobil Ini Akan Ciptakan Mobil Bertenaga Nuklir)
"Balap biasanya dimulai karena ada passion dan berlanjut karena ada ambition," ucap Benny Djati Utomo dikutip dari otomotifnet.com.
"Jika sudah cukup lama berada di dalamnya tapi selalu terkungkung dalam wadah yang sama terus, lama-kelamaan faktor excitement-nya sudah terasa hambar," lanjutnya.
"Kecuali bila wadahnya berubah dan meningkat ke tantangan yang lebih tinggi kelasnya," tuturnya saat itu.
"Dari dulu saya kerap dengar kata 'pembibitan'. Tapi kapan berbunga dan berbuahnya? Kenapa harus mengurus bibit terus tanpa memetik buahnya," sambung Benny.
Menurutnya, pembalap lebih diutamakan menuju kejuaraan yang lebih tinggi namun tidak dengan mekaniknya.
“Yang selalu digadang-gadang untuk menembus kejuaraan yang lebih tinggi adalah pembalap. Lalu kapan tim dan mekaniknya menjadi pandai? Jikalau terus ‘dipasung’ dalam sangkar emas?," ujar Benny lagi.
(BACA JUGA: Gimana Nih, Kalau Nissan Terra Diubah Gaya Retro Rally Look?)
“Underbone, saya sudah lama merasa bosan. Saya gembira saat bermain 250 cc, tapi malah dihentikan,” ceritanya kala itu.
Tapi bukankah di ART sudah naik kelas ke Supersport 600 cc? Ia menampiknya sebagai naik kelas.
Karena sebelumnya ia pernah mengecap hal yang sama bahkan hingga level Asia juga.
“Buat saya itu cuma flashback saat kami masih bernama Petronas Yamaha Indonesia, 2008-2010. Sama kami bermain nasional dan Asia untuk kelas Supersport 600," ucap Benny.
"Bukan hal yang baru untuk kami, jadi belum bisa disebut peningkatan. Yang diinginkan adalah kejuaraan dunia,” sebutnya.
Selamat jalan Benny Djati Utomo, segenap awak redaksi Gridoto.com turu berduka cita dan merasa kehlangan salah satu mekanik jempolan ini.